Sabtu, 14 Januari 2012

Puisi Sudjiwo Tedjo

"Berlayarlah di laut keringat kami

Tertawalah di laut keringat kami

Berselancarlah di laut keringat kami

Perpesiarlah di laut keringat kami

Bergerak, bergerak, tetap bergerak, menderap langkagh, merapat barisan

Bergerak, bergerak, tetap bergerak

Berat kita junjung, ringan kita jinjing

Bergerak, bergerak, tetap bergerak

Berlumur keringat dan air mata

Berlayarlah di laut keringat kami

Tertawalah di laut keringat kami

Berselancarlah di laut keringat kami

Perpesiarlah di laut keringat kami

Bersabar, bersabar kita sejak dulu

Amuk kita timbun, munjung bagai gunung

Bersabar, bersabar kita sejak dulu

Amuk kita tunda, gunung tak meletus

Bersabar, bersabar kita sejak dulu

Sejak dulu nahan sejuk bagai gunung

Pesta poralah di gunung kesabaran kami

Dansa dansilah di gunung kesabaran kami

Injak-injakkan kakimu di gunung kesabaran kami

Buang botol-botol minummu di gunung kesabaran kami

Bersabar, bersabar, sampai habis sabar

Sabar jadi riak, riak jadi ombak

Bersabar, bersabar sampai habis sabar

Bergelora gelora begunung gunung ombak

Gulungan gelombang keringat tangisan kami

Hati-hati jangan kau terlena di laut tangis kami

Hati-hati jangan kau ha ha hi hi di laut keringat kami

Awas, awas, awas di gunung kesabaran kami

Mawas mawas dirilah di gunung kesabaran kami."

#Puisi diatas tak sengaja saya temukan ketika sedang searching lagu Sudjiwo Tedjo. Saya juga tidak mengetahui apa judul puisi diatas. Apa yang disampaikan Sudjiwo Tedjo dalam puisinya adalah sebuah kritik dalam masalah perpolitikan. Tepatnya mengkritik kinerja pemerintah yang cenderung asik-asikan dengan keadaan rakyat yang sengsara. Menurut saya, yang dilakukan oleh Sudjiwo Tedjo termasuk kedalam semuah Demonstrasi, hanya saja dalam bentuk yang berbeda dan elegan. Seharusnya mahasiswa-mahasiswa yang mengaku berintelektual pun ikut berdemo, tapi demonstrasi yang sekarang sering terjadi dan dilakukan sudah tidak zaman lagi. Berdemolah melalui karya, semisal tulisan atau puisi atau bahkan melalui film bagi mereka yang cukup memiliki biaya. Jangan menjadi rakyat yang apatis, jangan juga jadi rakyat yang mau terus-terusan dibohongi. Jika bisa menulis sepatah atau dua patah kata untuk status di jejaring sosial semisal Facebook atau Twitter. Mengapa tidak mencoba menulis yang lebih berguna semisal tulisan atau puisi, tentunya tulisan dan puisi yang kritis pula. Para Penulis dan Sastrawan juga berkarya tergerak dari kegelisahan mereka melihat lingkungan sekitar, seperti contoh puisi diatas. Tedjo gelisah akan perilaku pemerintah, maka dari itu dia berdemo melalui puisi, karna mungkin dia merasa mampu membuat puisi. Maka dari itu gelisahlah akan keadaan di lingkungan sekitar, lalu tuangakan kegelisahan terhadap sebuah karya. Jadilah rakyat yang kritis dan tidak apatis. Karna menurut Karl Marx juga, jika manusia tidak berkarya apa bedanya dia dengan sebuah batu. Memulai berkarya dengan umur yang muda tidak ada ruginya menurut saya.

oleh Azmil R. Noel Hakim pada 21 September 2011 pukul 22:39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;