Blok AA adalah salah satu blok yang ada di salah satu perumahan yang tidak elit di Pekanbaru sana. Nama perumahannya Pandau Permai. Dari namanya, kita bisa merasakan segala sesuatu yang serba negatif dan primitif. Pekanbaru terletak di pulau Sumatra, tepatnya di bagian tengah, yaitu di provinsi Riau. Konon katanya, dulu itu provinsi Sumatra Barat dan Riau itu satu, yaitu dengan nama provinsi Sumatra Tengah. Tapi kemudian di pecah, menjadi dua Provinsi, yaitu Sumatra Barat dan Riau. Sekarang Provinsi Riau juga di pecah lagi menjadi dua provinsi, yaitu Kepulauan Riau sama Riau Daratan. Biasa, katanya sih pemekaran wilayah, tapi itu cuma alasan aja biar leluasa korupsi.
Di Pandau Permai itu terdapat 3 blok inti, blok A, blok B,dan blok C. Sebenarnya blok AA termasuk kedalam blok anak bawang kalau diibaratkan dalam permainan petak umpet, kenapa? ya karna belum lagi wliayahnya kecil dan ya begitu lah, dijelaskan pun tak ada kata-kata dekskriptif yang tepat, lupakan saja, sebagaimana Gayus lupa akan jumlah uang yang iya selundupkan, atau lupa sebagaimana SBY lupa akan kesalahannya.
Biasanya, anak-anak gaul disana mainannya motor-motoran, atau cuma sekadar jalan-jalan aja. Liat-liat cewek, pake motor bagus, knalpotnya kecil tapi suaranya edan kayak sangkakalanya Israfil. Biar orang-orang bilang mereka pembalap. Maklum, saya bilang tadi anak-anak disana primitif, yang mereka sebut pintar dan cerdas itu pembalap, makannya mereka tiru peringainya, sedangkan akademisi dan yang terpelajar disebut kampungan. Tapi enggak semua anak-anak disana primitif. Ada juga yang apatis, tak peduli sama yang gitu-gituan, yang penting ada bahan untuk diobrolkan, mau jalan mau pake motor terserah, yang penitng mulut berbusa dipake ngobrol.
Saya, bersama teman-teman yang lainnya biasanya nongkrong di Masjid. Maklum, kami anak-anak soleh, rajin ke masjid (walau cuma maghrib sama solat jum’at doang). Iya, tampat nongkrong kami di Masjid, tepatnya di depan masjid. Di depan masjid agak sebelah kanan sedikit. Disanalah tempat nongkrong kami, samping mini market, deket orang yang jualan tela-tela. Orang yang jualan tela-tela itu lah sesepuh kami semua. Kami yang terdiri dari Anas, Ian, Dani, Bang Afidz, Mas Aliph dan banyak lagi, tapi cuma nama-nama yang disebut yang loyal. Loyal maksudnya rutin berkunjung ke tempat nongkrong kami, yaitu di dekat kedai tela-tela, rutin kayak minum obat, 3 x sehari, atau bahkan lebih. Malah, sehabis pulang sekolah dulu, kami ketempat tela--tela dulu sebelum kerumah, baru habis mampir sebentar (ya kira-kira 4 jaman lah) baru pulang ke rumah, itu pun sebentar (ya kira-kira 4 menitan lah, cuma buat nyimpen tas dan ganti baju) baru balik lagi ke tempat tela-tela.
Orang yang jualan tela-tela disana namanya Mas Ari, orangnya ya biasa, tapi bedanya dia itu kayak Ben Joshua. Pasti pada enggak percaya kan? emang kami pun enggak pada percaya, wong itu dia sendiri yang bilang. Mas Ari itu umurnya kira-kira lebih tua dari kami-kami, disana lah bedanya. Tapi, kalau soal ilmu pengetahuan dia enggak kalah sama anak-anak sekolah, walaupun dia udah lama enggak baca-baca buku sekolah. Gimana enggak kalah, dia itu ahli dalam masalah suhu dan derajat-derajatan, dia tahu berapa menit untuk manasin minyak biar ketela yang digoreng pas dan gurih, padahal dia sama sekali enggak nyelupin tangannya ke kuali yang lagi manasin minyak. Kesimpulan saya berarti Mas Ari orangnya jago fisika dan matematika. Terserah yang penting saya berkhusnuzhon.
Karna dulu mayoritas dari kamu itu masih dalam tahap menempuh sekolah menengah atas. Maka dari itu, ketika menjelang Romadhon biasanya kami libur beberapa hari sebelum masuk sekolah beberapa minggu. Jelas sangat tidak adil pendidikan di negara kita. Padahalkan liburan itu diperlukan untuk menjernihkan otak, Nazaruddin aja yang habis ngambil uang libur ke Argentina. Itu sih kata Polisi, enggak tahu saya mah. Biar dibilang keren aja, biar disangka sering nonton berita atau update sama dunia politik dalam negri, makanya saya bawa-bawa nama politikus dalam tulisan ini. Padahal mah enggak, itu mah cuma iseng aja, pencitraan doang, kan di ajarin SBY, sayang kalau ga di amalkan.
Nah, biasanya pas pertama solat tarawih, tempat Nongkrong kami itu suka ramai, ramai kayak di toko loak atau barang-barang bekas. Cuma bedanya, orang-orang yang meramaikannya pada pake baju koko sama mukena, biasa kan mau solat tarawih, ya tapi kenyataannya cuma nongkrong doang. Kami-kami sih solat enggak nongkrong kayak mereka, maksudnya solat isya doang, solat tarawih nya di rumah, atau bahkan enggak sama sekali.
Berbanding terbalik sama pas malam hari, siang harinya tempat nongkrong kami sepi, kenapa? ya karna bulan romadhon, Mas Ari ga jualan tela-tela, mini market tutup, aroma mulut pada bau surga semua, belum lagi aroma badan yang bau neraka karna enggak mandi. Kenapa coba ga mandi? ya karna kalau mandi sama dengan melepas dahaga. Enggak perlu di jelasin, kalian sudah cukup cerdas buat memahaminya.
Kembali ke cerita masalah blok AA.
Blok AA itu luas wilayahnya kecil, buat babi bertelur aja enggak cukup. Tapi, pas bulan romadhon beda. Tempat yang kayak kandang babi seolah seperti hotel di gurun pasir, ah bukan, seolah seperti Mall di tepi tebing. Kenapa? karna jawabanya akan segera kalian dapat setelah mengisi formulir. Bukan-bukan, ya karna disana lah tempatnya para ABG melepas lapar dan dahaga. Di blok AA itu ada lapangan, kira-kira seukuran lapangan futsal. Disana cuma ada satu pohon dan sisanya adalah ilalang liar. Nah, dibawah pohon itulah semuanya berubah layaknya seperti hotel bintang 5.
Di blok AA juga lengkap. Ada warung nasi yang tak pernah tutup,buka 24 jam seperti puskesmas atau unit gawat darurta. Walau bulan romadhon sekalipun. Karna disana warungnya para Supir Bus Perumahan. Pelanggan disana para supir bus yang gagah dan berotot tak ubahnya seperti Ade Rai. Sebenarnya tak perlu di jelaskan, hubungan antara warung nasi dengan lapangan yang ada di blok AA, dan juga tak perlu diceritakan pula apa yang terjadi di lapangan blok AA sana. Akan tetapi, disana lah letaknya nilai history. Ketika dimana sesuatu telah terhubung akan tetapi belum sempurna, disanalah letak nilai history berada.
Biasanya, semua selalu di awali oleh ajakan setan yang bernama Anas, nama lengkapnya Anas Basofi. Ayahnya bekerja di kantor desa sekaligus merangkap sebagai ketua RT. Nama ayahnya Joko, lengkapnya Joko Sudiro, kumisnya hampir memenuhi ruas yang ada dibagian atas bibirnya. Badannya terhitung biasa sebagaimna bapak-bapak yang tak pernah olahraga lainnya. Kelebihan pak Joko hanya satu, yaitu sebagai KETUA RT, tak lebih.
Anas selalu yang menjadi setan ketika bulan romadhon, wacana-wacana untuk membatalkan puasa saat itu hampir selalu keluar dari mulutnya. Kami semua pun tahu bahwa itu tidak baik, tapi karna dahsyatnya rayuan Anas dan dengan mimik yang tak ubahnya seperti wajah pak Joko (jelaslah, anaknya) kami pun tak pernah sanggup untuk melawannya, terlebih kasihan bukannya tak sanggup. Alhasil kami langsung berangkat ke blok AA dan pada saat itu jam 2 siang. Setelah survei bahwa tempat kosong dan tidak ada yang memakai, maka sebagian dari kami pergi ke warung nasi tempat nongkrong para supir bus untuk membeli makanan yang hendak dijadikan buka untuk puasa kami. Lapangan di blok AA sana tampatnya adem dan sejuk. Walau hanya ada satu pohon disana. Tapi dengan posisi pohon yang pas, tempat yang jarang didatangi orang banyak, bahkan untuk sekedar lewat atau untuk buang air kecil pun tak ada. Maka alhasil sangat cocok lah disana tempat bagi para ABG kelaparan.
Saya, Ian, Dani, Anas, dan Mas Ari yang biasanya langganan ke blok AA, untuk Bang Afidz dan Mas Aliph saya belum pernah mendapatkan kesempatan untuk berbuat dosa bersama pada saat itu. Karna kebetulan mereka pada saat itu tengah dalam masa kuliah dan sibuk tentunya, sebagaimana mahasiswa.
Nampaknya pengalaman blok AA jam 2 siang itu adalah pengalaman yang sangat luarbiasa. Kenapa? karna disana saya belajar, belajar untuk menahan rayuan setan. Karna pada saat itu rayuan Anas sangat sulit untuk di tolak, tapi saya menjadikannya sebagai pembelajaran dan mencari jawaban untuk dijadikan tamengnya, dan alhamdulillah usaha saya pun gagal, dan hasutan Anas semakin kencang mewahana. Tapi yang lebih alhamdulillah lagi, disini (di Bandung) tidak ada orang yang seperti Anas, malah disini mereka lebih baik dengan pemahaman agam yang baik pula. Tapi, saya sangat ingin berterimakasih kepada Anas, karna dengan hasutannya itu saya jadi mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk sebagaimana wajah yang dimiliki oleh Anas itu sendiri.
*Cerita pada tulisan ini saya tulis sebagai wahana untuk melapas rasa rindu kepada sahabat-sahabat yang berada di Pekanbaru sana, tepatnya di Panda Permai. Semoga kalian berkenan dengan tulisan ini, dan selalu merindukan saya.
oleh Azmil R. Noel Hakim pada 28 Juli 2011 pukul 9:52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar