Sabtu, 14 Januari 2012

Observasi

Berawal dari tanggung jawab sebagai panitia yang di tunjuk di bagian akomodasi, maka dari itu saya di utus untuk observasi tempat acara MABIM jurusan pendidikan Bahasa Inggris di STKIP Persatuan Islam. MABIM sendiri adalah acara semacam bimbingan untuk para mahasiswa baru, sudah jelas sekali karna memang MABIM itu sendiri adalah singkatan dari MAsa BIMbingan.MABIM itu sendiri adalah MABIM yang pertama  bagi jurusan PBI (Pendidikan Bahasa Inggris), berbeda dengan PS (pendidikan Sejarah), bagi mereka ini adalah MABIM yang kedua, akan tetapi keberlangsungan tempat acara dilaksanakan terpisah, karna memang MABIM adalah acara jurusan, maka sudah barang tentu terpisah karna memang berbeda jurusan.

Jika melihat sejarah, maka MABIM ini akan menjadi MABIM yang pertama dan akan sangat bersejarah bagi PBI. Tidak untuk PS karna memang faktanya mereka sebelumnya pernah melaksanakan MABIM untuk yang pertama kalinya. Menurut penuturan demisionaris ketua HMJ sejarah Dedi Wahyudin, MABIM sendiri tercipta dari sebuah ketidaksengajaan. Cerita awalnya seperti ini, dalam penuturnnya sang demisonaris itu bercerita bahwa dulu pada saat akan melaksanakan MABIM PS untuk yang pertama kalinya, itu adalah ide dari sang demisionaris itu sendiri. Pada awalnya sang demisionaris itu hanya mengajak teman sejawatnya yaitu Fahmi (yang sekarang menjabat sebagai ketua BEM) dan Hary (yang cinta alam dan lingkungan dan juga penyimak Efek Rumah Kaca kebetulan sama seperti saya) untuk pergi bermain ke cikalong wetan (kalau tidak salah) karna ada semacam situs sejarah disana, akan tetapi Fahmi tidak langsung mengiyakan ajakan itu, dia malah berkata kepada sang demisionaris :"moal rame atuh ari tiluan mah, ajakan barudak" barudak yang dimaksud disana adalah mahasiswa sejarah semeter satu pada waktu itu, karna mereka bertiga pada saat itu telah semester tiga. Mendengar usulan tersebut maka sang demisionaris dengan kedua teman sejawatnya segara mengonsep acara untuk itu, mereka pun perpikir keras dan dalam, dan hasilnya pun terbentuk lah MABIM, kepanjangan dari Masa Bimbingan. Tak lama kemudian, sang demisonaris itu pun berpamit kepada saya dan lalu dengan begitu saja pergi tanpa menjelaskan terlebih dahulu mengapa tercipta nama MABIM itu dan apa filosofinya.

Cerita sang demisionaris itu membuat saya terharu, karna perjuangan mereka bisa dilanjutkan juga hingga terselenggaranya MABIM yang kedua kalinya. Tapi untuk PBI ini yang pertama kalinya. Insya Allah akan dilaksanakan di villa milik sala satu dosen, yaitu milik Bu Erly, di daerah cibeureum di ciparay. Ketua Pelaksananya acara adalah Deri Husen yang ditunjuk oleh ketua HJM PBI yaitu Iip Syarif. dan Deri pun memandatkan saya di posisi akomodasi bersama mang Endang dan Deden.

Sebenarnya untuk masalah obeservasi ketua pelaksana tidak diwajibkan ikut, akan tetapi ketua pelaksana yang satu ini sedikit aneh dan sangat rajin, dia pun memutuskan unutk ikut observasi, atau malah yang sebenarnya terjadi adalah ketua pelaksana sendiri yang mengajak saya untuk observasi, aneh sekali bukan, mengingat harusnya saya yang sebagai bagian akomodasi yang seharusnya mengajak ketua pelaksana bukan sebaliknya. Tapi lupakan lah hal tidak penting itu. Maka yang akan berobservasi adalah 4 orang, tepatnya saya, Deri, Deden dan mang Endang.

Hari untuk observasi pun datang, tapi Deden kemudian ijin untuk tidak ikut observasi, karna ada urusan mendadak dan nampaknya lebih penting dari observasi, saya sendiri pun malas menanyakan hal apakah itu. Maka sebagai gantinya Deden pun memberikan motornya untuk saya gunakan, karna cerita awalnya saya akan di bonceng oleh dia, Deden pun menyerahkan STNK dan SIM nya sekaligus kepepada saya. Tak lama setelah upacara penyerahan STNK dan SIM yang berlangsung secara khidmat itu selesai, saya pun segara melunjur ke kampus, berhubung disana ketua pelaksana telah menunggu saya, dalam perjalanan ke kampus pun saya sudah bisa menebak, bahwa Deri sang ketua pelaksana akan menanyakan perihal Deden terlebih dahulu, bukannya menanyakan kabar saya, atau menanyakan kabar perut saya yang kebetulan belum diisi dengan hal yang bermanfaat. Dan prediksi saya pun benar, kalimat yang pertama kali keluar dari mulut Deri ketika kedatangan saya adalah "mana si Deden?" bukannya "maneh geus dahar can?", padahal saya sangat mengharapkan pertanyaan itu, tapi apa boleh buat semua itu telah terjadi dan nasi telah menjadi bubur, waktu tak bisa terulangi lagi. Maka tak lama setelah pertanyaan itu keluar saya pun berhasil menjelaskan kemana Deden dan apa yang akan dia lakukan sehingga tidak bisa ikut observasi, saya pun berhasil meyakinkan Deri dan membuat dia percaya, itu terlihat dari lubang hidungnya yang melebar dan mulutnya yang memble sebagai pertanda bahwa ia yakin akan penjelasan saya.

Maka setelah sebentar berbincang-bincang di kampus, kami pun segera memutuskan untuk langsung ke tempat mang Endang, berhubung waktu telah menunjukan pukul 08.30. Deri sendiri berjanji kepada mang Endang bahwa jam 08.00 akan tiba di kediamannya, akan tetapi apalah daya manusia, manusia hanya bisa berrencana pada akhirnya Tuhan jua lah yang menentukan. Berhubung kami telah telat setengah jam, kami pun ngebut dalam perjalanan menuju kesana, walaupun jujur saya sangat tidak suka ngebut dan sangat tidak nyaman sekali untuk kebut-kebuttan, karna itu tidak mencerminkan jiwa seorang mahasiswa, tapi apa boleh buat lagi, waktu jua yang menjadi prioritas kami pada saat itu, maka perjalan yang kami tempuh pun kurang lebih hanya setengah jam dari kampus menuju kediaman mang Endang yang terletak di Desa Langorsari Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung.

Sesampainya di kediaman mang Endang, kami pun rehat sebentar untuk menikmati kopi dan sedikit mengemil gorengan yang tersaji.Tak lama setelah ngopi dan ngemil selesai kami pun lansung meluncur kesana, karna mengingat waktu jua lah prioritas kami pada saat itu. Perjalanan di tempuh sangat melelahkan, dan kami pun tiba di terminal yang sekaligus berdampingan dengan pasar yang terletak di Ciparay, perjalanan yang ditempuh dari kediaman mang Endang hingga Ciparay kurang lebih membutuhkan waktu satu jam.

TIba di Ciparay kami pun berbelok kearah kiri dan langsung memasuki jalan raya Pacet untuk menuju ke Cibeureum sana. Jalan yang kami lalui pun bisa dikatakan lancar, dan pemandangan yang di sajikan pun sangat luarbiasa dan sungguh subhanalloh sekali. Gunung-gunung yang indah, hawa yang sejuk dan ada aliran sungai yang mengalir disana. Saya pun ingin berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan yang indah dan hawa yang sejuk itu, akan tetapi itu ditolak oleh mang Endang, karna dia menginginkan suasana yang lebih indah. Dan kami pun mendapatkan tempat yang cukup strategis untuk rehat sejenak dan menikmati pemandangan yang indah beserta hawa yang sejuk itu, kami berhenti di sebuah warung agar bisa rehat sambil menikmati kopi dan sekaligus meliahat pemandangan-pemandangan, yang tersaji. Deri pun langsung menghubungi bu Erly sebagai pemilik villa hanya sekedar untuk mengingatkan bahwa kami akan segara sampai di tempat tujuan. Ketika kami sedang menikmati kopi dan pemandangan, saya melihat beberapa orang yang bersepeda, dan saya pun dapat menyimpulkan bahwa mereka adalah sekumpulan para sepedamania yang akan menaklukan jalan raya Pacet tapi ntah menuju kemana, dan mereka pun menamakan diri mereka sebagai "Cimahi Cycling Community" terlihat dari pekaian yang mereka kenakan. Saya melihat mereka penuh dengan rasa haru dan bangga, karna begitu dengan susah payahnya mereka mengayun sepedah mereka, yang memang pada saat itu jalannya menanjak dan cukup melelahkan. Lalu muncul lah rasa malu dari diri saya  karna mereka yang menggunakan sepeda saja tidak pantang menyerah dan terus berusaha sebelum tiba sampai pada tujuan sedangkan saya (kami) yang menggunakan motor, baru setengah perjalanan sudah berhenti untuk rehat. Dan tak lama kemudian kami pun segera berbenah dan lalu melanjutkan perjalanan.

Akan tetapi, semangat itu pun segara hilang dengan cepatnya, ketika kami dihadapkan dengan sebuah jalan yang memang sangat parah dan ancur, bagaimana tidak, jika sebagai besar jalan itu mulus ini sebaliknya, batu-batu sebesar ember atau bahkan lebih besar dari itu, berjajar dengan tidak rapi  menghiasi jalan, yang membuat punggung dan pinggul ini terasa di dilempari batu oleh alien dan di cucuki jarum oleh tuyul. Tapi kami tetap bersabar dan bertekad hati, belajar dan meniru para pengayun sepeda itu. Dan setelah berapa puluh menit di siksa oleh batu-batu besar itu, kami pun sampai di villa yang kami tuju. Deri pun lalu menghubungi bu Erly dan memberitahukan bahwa kami telah sampai di tempat tujuan. Pada saat itu waktu menunjukan pada pukul 11.37 ( kalau tidak salah), dan menurut penuturan bu Erly kami di suruh mencari bpk yang menjaga villla tersebut, bu Erly memberi tahu nama bpk tersebut, namanya adalah pak Ojo. Sungguh nama yang sangat pribumi sekali dan mecermikan seseorang yang santun dan lembut. Kemudian saya dan mang Endang segera mencari rumah pak Ojo dan tak lama kami pun berhasil menemukannya dan meminta kunci villa bu Erly, tapi beliau tidak memberinya, beliau hanya menyuruh kami menunggu disana dan kemudian kami pun segera mengikuti perintahnya. Perawakan pak Ojo sangat tidak terlalu tinggi dan sedikit pendek dengan bawaan yang sederhana, jika saya melihat beliau saya seolah sedang melihat Alm. mbah Marijan sang juru kunci Gunung Merapi, karna memang menurut pandangan saya sangat mirip, bahkan boleh dikatakan seperti duren debelah dua.

Kami pun dipersilahkan masuk dan langsung melihat-lihat tempat yang akan di jadikan acara MABIM nanti, dan observasi pun selesai, kami rehat sebentar dan memasak mie untuk mengisi kekosongan perut dan menikmati kopi agar lebih santai. Mang Endang dan Deri banyak berbincang dengan beliau tidak seperti saya, karna memang saya sudah tidak kosen lagi, cacing-cacing di dalam perut sudah berontak dan seperti mengancam akan keluar jika saya tidak segera memasukan mekanan, maka dari itu saya hanya konsen kepada yang namanya mie bukan berbincang-bincang dengan pa Ojo, karana dalam pikiran saya, saya berpikir nanti juga akan ketemu lagi dengan beliau. Setelah makan selesai, kopi habis dan sempat pula sholat terlebih dahulu, kami pun segera meminta izin untuk pamit karna waktu telah menunjukan pukul 12.23 dan kebetulan langit pun terlihat mendung.

Jalan pulang kami pun berbeda dengan jalan pada saat berangkat, karna jalan pada saat berangkat tidak dapat di akses mobil untuk masuk ke daerah villa, maka kami pun di amanati untuk jalan kesebelah utara (kalau tidak salah) oleh pak Ojo untuk mencari jalan agar mobil bisa masuk. Dan jalan itu pun sama gilanya dengan jalan pada saat pemberangkataan di daerah Pacet, batu-batu yang besar pun kami hadapi kembali dan segera bersiap-siap menyiapkan punggung dan pinggul agar tidak terlalu terkejut ketika di serang oleh alien dan tuyul dari dua arah secara bersamaan. Dan itu pun dapat dilalui dengan sukses, dan kami pun tiba pada sebuah pertigaan, akan tetapi kami langsung memilih jalan lurus tanpa berpikir atau bertanya terlebih dahulu karna memang otak yang ada di dalam kepala belum sepenuhnya bisa berpikir kembali karna sel-sel didalam nya masih berserakan yang disebabkan hantaman dari alien dan tuyul pada saat melewati batu sebelumnya.

Alhasil kami pun masuk kedalam sebuah perkebunan. Jalannya tidak ekstrem seperti sebelumnya, tapi lebih ke menjijikan, karna jalannya hanya berupa tanah yang becek dan penuh dengan kubangan air. Akhirnya kami pun dihadapkan dengan subuah jalan yang paling parah. Kami pun sempat berpikir terlebih dahulu, agar tidak terpeleset atau apa lah itu. Dan Deri pun mendapat giliran pertama agar saya dapat mempelajari jalan supaya tidak terpeleset dan basah terkena kubangan air nan becek. Deri pun sedikit terpeleset dan sepatunya sedikit basah terkena becek. Saya pun sontak tertawa terbahak-bahak melihat kejadian itu, dan Deri pun sampai di ujung jalan yang becek itu. "Sekarang giliranku" begitulah gumam saya dalam hati. Disana terdapat seorang pria sedang menatap kami berperang melewati kubangan becek itu. Dan pada saat giliran saya, ketika saya sedang melewati kubangan becek itu dengan hati-hati, pria itu meluncurkan pertanyaan kepada saya, kurang lebih seperti ini "bade kamana A?", sambil konsen terhadap jalan yang sedang saya lalui pada saat itu, saya mencoba menjawab pertayaan pria itu, dan....bammm. Nice! saya pun terpeleset dan kaki saya sebagai benda satu-satunya yang dapat diandalkan sebagai penyangga secara spontan menahan supaya motor tidak terguling dan tetap seimbang, akan tetapi sepatu dan celana saya menjadi korbannya. Mang Endang dan Deri pun tertawa melihat saya, "teman yang baik dan benar" gumam saya dalam hati. Lalu mang Endang pun menghampiri saya, tapi bukannya langsung membantu, dia malah menertawakan saya kembali malah lebih kencang, lalu dia pun menyuruh saya untuk mengoper gigi motor, dan kemudian meluncurkan kalimat yang sangat bijaksana dan luarbiasa mengharukannya ketka terdengar oleh telinga saya yang mungil, dia berkata "cukup dek Azmil saja yang seperti ini", luarbiasa sekali teman saya yang satu ini, terimakasih teman akan kalimat bijaknsananya! Dan lalu tertawa lagi sambil melihat saya dalam keadaan teraniaya tersebut dan malah menghampiri pria yang membuat saya terpeleset dan ngobrol untuk menanyakan jalan dan tidak membatu saya, dan gumam saya dalam hati "lain titatadi nanya na atuh, meureun moal kieu kaayaan na"  sebagai simbol kekesalan. Dan pada saat itu juga pelajaran yang saya dapat adalah jangan mau diajak bicara ketika kita sedang konsentrasi terhadap apa yang sedang kita lakukan jika tidak akan teraniyalah kita. Dan saya pun berhasil menarik kesimpulan tentang teori teman yang baik dan benar, bahwa teman yang baik adalah teman yang menertawakan temannya yang sedang kesusahan sebelum ia membantu temannya itu, dan teman yang benar adalah teman yang memberi saran dan kemudian menasihatii dengan mengeluarkan kalimat yang bijaksana dan lalu tertawa kembali, dengan tidak membantu temannya yang kesusahan. Maka daripada itu dapat disimpulkan bahwa teman yang baik dan benar itu adalah teman yang menertawakan dahulu temannya yang kesusahan lalu memberi nasihat dan mengeluarkan kalimat bijkasana dan tertawa kembali lebih keras dan tidak membantunya sama sekali. 

Setelah kejadian itu, mood pun meluncur derastis pada titik paling bawah dan sepanjang perjalanan pulang saya membayangkan wajah Deden yang horor ketika melihat motornya yang kotor bersembahkan kubangan becek yang menjijikan, sembari berkata "an**ng, sumpah motor aing bersih kieu", tapi saya hanya bisa pasrah dan berdoa kepada Tuhan yang maha kuasa dan tidak terlalu parah keadaannya jikalau itu semua terjadi.

Pada pukul 16.30, kami pun sampai di kediaman mang Endang, mang Endang memutuskan untuk pulang dan tidak ikut ke kampus karna ada rapat PC Pemuda Persis, dani tak lama setelah itu, kami pun segera meluncur ke kampus karna Deden berulangkali mengirim sms ke hape saya dengan berdalih sangat membutukna motornya. Pukul 17.00 kami pun tiba di kampus, dan memang pada saat itu masih berlangsung jam kuliah karna terlihat sepi di kawasan kampus, kemudian saya dan Deri segera bebersih membersihkan sepatu dan celana yang kotor disembahi becek. Setelah semuanya selesai, turun lah Deden dengan santainya dan meminta STNK, SIM dan kunci motornya, tapi ada yang aneh, dia belum melihat keadaan motornya dan belum mengeluarkan kalimat yang menggetarkan itu. Dan tak lama kemudian dia pun menatapnya motornya dan wajahnya berubah menjadi horor dengan seketika dan...tetot!! keluar lah kalimat yang menggetarkan itu yang sesuai dengan prediksi saya sebelumnya. Saya pun menjelaskan semuanya dan dibantu oleh Deri semuanya menjadi lancar dan damai seperti biasanya, walaupun saya bisa melihat ekspresi kekesalan yang terpancar dari wajahnya yang horor.

Perjalanan pun selesai, observasi pun sukses dan punggung pun remuk, lalu pinggul serasa bubuk, mata ngantuk semuanya lengkap dengan mood yang menjadi tak bersahabat. Begitulah sekiranya perjalanan observasi ke villa bu Erly di Cibeureum Ciparay. Semoga ketika nanti kita kesana untuk melakukan acara, kita tidak mengalami hal-hal seperti diatas, amien.

oleh Azmil R. Noel Hakim pada 19 April 2011 pukul 9:38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;