Sabtu, 14 Januari 2012

Mari Menulis

Lama rasanya, lama sekali tidak mencorat-coret kata yang disusun menjadi sebuah tulisan. Jangan sampai mulut busuk iblis yang membisikan kemalasan untuk menulis hinggap di telinga yang juga tidak kalah busuknya. Busuk akan hal-hal yang kotor yang sengaja terdengar atau pun tidak. Apa mungkin kemalasan itu muncul dari mata yang juga kotor atau mulut yang memang kotor dan busuk baunya karna berbicara sesuka hati yang tidak sengaja menyakiti perasaan oranglain. Entahlah, tak tahu.

Mata yang seharusnya digunakan untuk banyak membaca, karna pengaruh iblis bisa menjadi malas semalas-malasnya untuk membaca. Mulut apalagi, entah karna pengaruh iblis atau tidak, saya merasa sangat sulit untuk mengontrol perkataan, untuk berkata baik sesuai standar yang berlaku menurut norma, baik itu norma agama atau pun sosial. Entahlah, mungkin itu pengaruh mengapa saya menjadi malas membaca atau menulis.

Sangat luarbiasa memang kata-kata yang terucap saat kita berbicara, bisa me-ninabobo-kan kita dalam apapun. Contoh mudah saja, dengan banyaknya pemimpin kita yang kemampuan berbicara dalam orasinya telah membuat kita tertipu dan percaya begitu saja akan perkataan mereka. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa memilih pemimpin itu bukan dari bagaimana mereka berbicara tapi bagaimana mereka bekerja. Pemimpin apapun itu, baik sebuah institusi besar maupun kecil.

Kita menulis adalah konsekuensi kita karna kita membaca, dan kita membaca adalah konsekuensi kita karna kita belajar. Maka jika kita belajar ada semacam keharusan yang mendorong kita untuk membaca, dan ketika membaca akan sangat sayang sekali jika kita tidak menulis, karna apa yang kita tulis kebanyakan adalah poin-poin yang dulu pernah kita baca. Adanya juga yang menulis karna kegelisahan dari apa yang ia lihat di lingkungan sekitar, maka dari apa yang ia gelisahkan tersebut ia tuangkan melalui sebuah tulisan, dengan mencantumkan catatan-catatan kritis sendiri dalam apa yang ia tulis. Biasanya, yang memulai menulis dari sebuah kegelisahan adalah kebiasan seorang wartawan atau jurnalis. Para wartawan atau jurnalis juga menulis dari hasil mereka membaca. Tapi perbedaannya adalah apa yang mereka baca tidak seperti apa yang kita kenal. Mereka membaca lingkungan sekitar, mereka membaca realaitas yang sedang terjadi. Jadi membaca tidak melulu membaca buku, lingkungan dan realitas pun bisa kita baca. Kegelisahan yang mereka dapati itu adalah buah dari mereka membaca lingkungan dan realitas sekitar. Lantas, apakah hanya wartawan saja yang berhak begitu? saya rasa tidak, semua orang berhak menulis apa yang ia gelisahkan, baik itu gelandangan atau pun presiden sekalipun. Tapi presiden tidak mungkin menulis, bisa presiden cuma bicara, terbukti untuk menulis hasil rapat saja butuh sekertaris, gawat sekali jika presiden seperti itu , hina sekali. Entahlah, entah mungkin itu adalah sebuah kode etik dalam tata cara rapat kepresidenan, atau apapun, biarkan itu menjadi urusan mereka.

Poin penting untuk menulis bukan bagaimana kita menuangkan sebuah kegelisahan ke dalam sebuah tulisan, tapi bagaimana kita mendapatkan keinginan untuk menuliskan kegelisahan ke dalam sebuah tulisan. Nampaknya, mulut bau iblis telah berhasil me-ninabobo-kan keinginan itu. Dengan nafsu busuknya, iblis berhasil mecuri keinginan kita untuk menulis dan menawarkan semacam kegiatan yang cendrung lebih santai dan foya-foya daripada kita menulis. Maka keinginan yang belum didapat tersebut hilang dan digantikan dengan kegiatan yang disuguhkan iblis tersebut. Konon kegiatan yang iblis suguhkan tersbut terkenal dengan sebutan Hedonisme. Entahlah, saya pun tidak terlalu mengetahui seperti apa itu Hedonisme, karna sangat banyak sekali penjelasan mengenai itu dengan segala macam argumentasinya masing-masing yang terlihat ada semacam kepentingan yang dibawa-bawa dalam penjelasannya. Biarkan itu menjadi urusan mereka yang ahli dalam bidangnya.

Misalnya, contoh dekat saja. Untuk menulis tulisan ini pun sudah sangat malas, padahal baru beberapa paragraf yang tertuliskan. Ketika mengetahuinya, mungkin iblis akan tertawa terbahak-bahak, dan menyaksikan saya yang menulis dengan kemalasan tingkat tinggi sambil menyantap cemilan semacam keripik kentang dan ditemani jus buah, ada orang yang berkata bahwa konon iblis sangat suka jus buah. Tapi entahlah, itu hal yang abstrak yang bersifat empiris, semu, sulit sekali dijelaskan dan diterima, biarlah itu menjadi urusan para pemuka agama.

Mungkin juga, kesulitan untuk kita menulis adalah dari kekurangannya kosakata yang kita miliki, maka timbul semacam kesulitan untuk kita merangkainya ke dalam sebuah kalimat. Atau keterbatasan waktu yang kita miliki untuk hanya sekedar menulis. Tapi jika dipikirkan, para penulis buku pun sibuk, para akademisi yang giat menulis pun sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Tapi mengapa mereka bisa menulis dan berkarya, tidak seperti para pemimpin kita yang memang sibuk, tapi kesibukan yang terlihat dan banyak di ekspos media adalah kesibukan mereka ketika mereka berknjung ke luar negri yang katanya akan ada semacam kerjasama yang harus dibicarakan. Entalah biarkan itu menjadi urusan para wartawan dan pemerhati politik di luar sana.

Banyak berdiskusi juga akan sangat membantu kita dalam mendapatkan kosakata untuk dituangkan kedalam tulisan yang akan kita tulis kelak. Tapi sangat dsayangkan sekali, budaya berdiskusi telah sangat jarang terjadi dan telah berganti dengan semacam kegiatan-kegiatan lainnya. Ah, lagi-lagi iblis disini berhasil mempengaruhi kita dengan mulutnya yang bau busuk untuk memaksa mengikuti apa yang dia inginkan. Padahal tidak ada salahnya kita berdiskusi, banyak ilmu disana. Tak tahulah, biarkan saja mereka yang tak gemar berdiskusi.

Berbaur dengan alam juga mungkin sangat akan membantu kita. Bukan hanya membantu kita untuk menulis, tapi membantu kita juga untuk meyadari siapa kita sebenarnya. Memaksa kita untuk meminta maaf kepada alam yang telah kita rusak. Memaksa kita untuk tidak berprilaku sewenang-wenang terhadap alam. Tapi lagi-lagi, kaebanyakan dari kita lebih memilih berkeliling berjam-jam di Mall dari pada berada di alam selama lima menit saja. Entah itu pengaruh dari rayuan busuk iblis atau memang manusia yang berprilaku seperrti iblis gemar berkeliling tak jelas di sebuah Mall. Etahlah, sadari saja sendiri dan tanyakan pada diri sendiri.

Semoga Tuhan selalu melindungi kita dari godaan busuk iblis dengan mulutnya yang kotor dan bau. Semoga Tuhan sekiranya sudi menyuruh malaikat untuk terus menjaga kita dari segala godaan iblis yang kotor dan bau. Tuhan mana pun itu, semoga Tuhan selalu sudi untk melindungi kita. Semoga!

oleh Azmil R. Noel Hakim pada 18 Oktober 2011 pukul 12:34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;