Sabtu, 14 Januari 2012

Muhammad Nuh, Sang Mentri Pendidikan

Pagi itu, selepas teman saya pulang ke rumahnya, yang kurang lebih membutuhkan waktu 15 menit lamanya untuk dia sampai ke rumahnya dari rumah saya. Saya pun sendiri di rumah (walaupun sebenarnya ada kakek saya, ibu saya, adik saya), tapi saya merasa sendiri dan memang lebih nyaman sendiri. Entah lah bawaan dari orok seperti itu.

Pagi itu Ade pulang jam 08.30 kurang lebih. Ade, ya Ade dan saya berteman sejak dari SMP dulu, ketika kita masih sama-sama bocah dan polos. Dia habis menginap di rumah saya, untuk membantu saya mendaftar Seleksi Masuk PTN tahun sekarang. Maklum, sekarang sudang canggih, semuanya sistem Online. Berbeda dengan pada saat saya menggikuti Seleksi Masuk PTN tahun 2009 dulu, semua masih serba manual. Kita membeli formulir ke bank dan mendapatkan berkas-berkas, lalu di isi, dan kemudian diantarkan ke ITB untuk di berikan disana secara serentak. Kalau boleh sedikit berkomentar, saya lebih suka dengan sistem yang manual, lebih alami, lebih terasa suasana perjuangannya. Malah sistem Online sekarang yang lebih rumit. Eror melulu. Bikin emosi dan tak tenang. Jika sistem Online banyak sekali kemungkinan untuk gangguan, entah itu sinyal yang sedang tidak tersambung, atau situsnya sendiri yang eror karna banyak sekali yang mendaftar. Nah, pengalaman yang kedua lah yang sedang saya alami sekarang. Situsnya eror terus. Saya tanya kepada teman saya, memang katanya sering begitu, karna membludagnya pendaftar, jadi seolah-olah situsnya kelabakan. Tapi, jika melihat acara pagi di TVone, yaitu acara “Apa Kabar Indonesia Pagi”, yang kebetulan pada saat itu membahas tentang Seleksi Masuk PTN tahun sekarang. Para narasumber-narasumber dalam acara tersebut berkata dengan entengnya seolah-olah melakukan pendaftaran secara Online itu mudah, lebih banyak kemudahannya dibandingkan sistem manual zaman dahulu. Tapi kenyataannya, sulit sekali, bahkan untuk Login pun perlu waktu bertahun-tahun dan mencoba berjuta-juta kali.

Memang, dalam situs tersebut pun diberi kontak layanan, atau situs untuk informasi lebih lanjut. Akan tetapi, ketika saya mencoba menghubungi nomber kontak yang disediakan, yang muncul hanya suara “tuuulaaaliiit..tuuuulaaaaaliit” yang terngiang di telinga saya. Lalu saya berinisiatif mengunjungi situs lain yang di sediakan. Hasilnya, situs tersebut sibuk. Eror dan tidak bisa di kunjungi. Maka atas saran teman saya, saya di anjurkan untuk melakukannya tepat sebelum jam 12 malam, biar lebih mudah katanya.

Beberapa jam menunggu, akhirnya tiba juga waktunya. Tapi, setelah dicoba kembali, hasilnya masih tidak bisa dan masih sama seperti sebelumnya. Terlintas kemudian secara spontan dalam pikiran ini beberapa pertanyaan, yaitu; Apa yang sebenarnya di pikirkan para pemerintah disana? Inikah yang mereka maksud lebih mudah dan efisien. Kemana bapak Muhammad Nuh sang Mentri Pendidikan. Ingin rasanya melontarkan kalimat pedas nan menjatuhkan kepadanya, ingin rasanya mencacimaki kinerja mereka yang asal-asalan. Tapi, apa dayalah, manusia yang mereka anggap sampah seperti saya, hanya mereka anggap seperti kutu yang hinggap di sele-sela sepatu mereka yang dengan mudahnya mereka injak. Tapi, ingat lah bapak-bapak yang ada di kementrian pendidikan disana. Semua yang anda kerjakan itu akan dipertanggungjawabkan kelak. Tingkah anda-anda sekalian yang tidak adil, mungkin tidak akan pengaruh apa-apa sekarang, tapi kelak semuanya pasti akan di pertanggungjawabkan. Seperti yang kakek saya bilang bahwa kebenaran itu pasti akan menang dan kebenaran itu akan bicara dengan bahasanya sendiri. Memang sungguh bijak kakek saya ini. Walaupun dia dulu hanya tamatan SR (Sekolah Rakyat), tapi pengalaman dan ketegaran hatinya membuat dia bijaksana dan sabar.

Belum habis kesal dengan apa yang saya alami itu. Jam menunjunkan pukul 12.33 malam dan saya pun memutuskan untuk bergegas tidur, karna solat subuh selalu telat dan bahkan tidak pernah solat subuh jika telah larut begadang. Berbeda dengan Ade (saya lebih akrab menyapanya Kudel), dia tetap anteng memainkan computer tanpa memikirkan tidur. Sebelum tidur saya sengaja memasang alarm pada hape pukul 04.30, yang bertujuan agar tidak kesiangan solat subuh. Dan alhasil, alarm berbunyi tepat pukul 04.30 dan saya bangun pukul 05.13. saya pun lalu bergegas untuk mengambil wudhu dan solat terlebih dahulu sebelum melanjutkan tidur. Solat pun selesai dan kantuk masih merajalela. Saya putuskan untuk tidur kembali. Tapi, aneh, biasanya hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk tidur kembali, sedangkan saat itu berbeda. Semuanya terasa risau tak tenang seakan seekor lebah masuk kedalam otak melalui telinga. Semuanya tak nyaman. Lalu kemudian teringatlah akan apa yang tadi malam belum terselesaikan, yaitu daftar mendaftar. “ah bener, poho” itulah yang keluar dari bibir munggil ini saat mengingat ada hal penting yang belum terselesaikan. Mengapa penting?  Karna ini kesempatan saya yang terakhir kalinya untuk mengikuti Seleksi Masuk PTN. Berhubung dengan semakin menuanya umur dan peraturan dari pemerintah yang membatasi maka dapat disimpulkan tahun ini adalah tahun terakhir saya mengikuti hajatan akbar untuk para calon mahasiswa ini.

Sedikit menyikapi satu lagi kebijakan pemerintah. Yaitu kebijakan  yang membatasi para calon mahasiswa untuk mengikuti Seleksi Masuk PTN. Saya pun tak mengerti dan sangat tak masuk akal, mengapa para calon mahasiswa yang akan mendaftar harus dibatasi. Contohnya, saya yang lulus pada tahun 2009, hanya boleh mengikuti tiga kali Seleksi Masuk PTN tersebut. Sama dengan semua calon mahasiswa, hanya diberi kesempatan tiga kali, tidak lebih. Maka dari itu tahun ini adalah kesempatan terakhir saya mengikuti hajatan akbar ini. Padahal, kita sering kali mendengar bahwa menuntut ilmu tak mengenal usia. Kapan pun dan dimana pun asal semua itu berguna dan bermanfaat bagi kita dan orang banyak.

Saya pun jadi teringat akan buku Eko Prasetyo, yang berjudul “Orang Miskin Dilarang Sekolah” dan yang satu lagi “Orang Miskin Harus Bangkit”. Eko Prasetyo memang sangat pro terhadap kaum terbelakang. Disamping itu ia banyak melihat ketidakadilan dari kabijakan yang di hasilkan oleh pemerintah yang cenderung menyusahkan orang-orang miskin dan sengaja membuat mereka agar tidak bisa sekolah. Banyak sekali di dalam buku tersebut yang dipaparkan oleh Eko tentang kebijakan-kebijakan baru yang dibuat oleh pemerintah tentang Peraturan Perguruan Tinggi. Salah satunya saja yang fenomenal nan kontroversional yaitu bahwa, pemerintah sekarang telah merubah status Unversitas dari yang asalnya Perguruan Tinggi Negri (PTN)diubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Kampus-kampus yang telah berubah statusnya adalah diantaranya UI, UGM, dan ITB. BHMN sendiri pada pelakasanaannya bertabrakan dengan undang-undang pembendaharaan aset Negara. Maka dari itu BHMN sendiri hanya bersandar pada Peraturan Pemerintah Nomor 61/1991. Ini juga, menjadi sebuah momentum untuk menegaskan bahwa sistem pendidikan kita telah diserahkan kepada pasar, atau komersialisasi pendidikan. Banyak sekali informasi-informasi yang disajikan oleh Eko dalm bukunya tersebut, yang pastinya akan membuat anda tercengang dan tidak menyangka.

Saya pun jadi merindukan saat-saat dimana dulu pernah mengantri saat penggembalian formulir pendaftaran Seleksi Masuk PTN tahun 2009. Dengan suasana yang ramai dipenuhi oleh mereka para calon mahasiswa, dengan taman yang rindang dikawasan kampus ITB. Sebenarnya itu akan menjadi kenangan tersendiri dan akan sangat berkesan, apalagi perjuangan yang kita jalani itu berhasil. Disana kita diberi arahan oleh para kakak mahasiswa kalau-kalau ada kesalahan dalam pengisian fomulir pendaftaran. Sapaan mereka yang ramah. Sekaligus bersosialisasi dengan mereka para calon mahasiswa lain. Mendapatkan kenalan baru, teaman baru, bercanda ria bersama mereka, dan banyak keceriaan-keceriaan yang dihasilkan. Sedangkan jika dibandingkan dengan sistem Online sekarang. Itu hanya akan membuat kita malas, tak ada pejuangan, tak ada kesenangan, tak ada teman baru, tak ada yang dapat di ingat dengan indah, kecuali kegagalan kegagalan yang kita dapati saat mencoba Login dan masuk. Pusing, stress dan emosi membludag yang kita rasakan.

#tulisan ini ditulis,sebagai kekesalan setelah beribu-ribu kali mencoba mendaftar namun tetap gagal. Dan juga kekesalan terhadap Pemerintah tentu nya.

oleh Azmil R. Noel Hakim pada 10 Mei 2011 pukul 15:16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;