Sabtu, 14 Januari 2012

Menjelma dan Menjadi Indonesia

“…Lekas bangun dari tidur berkepanjangan, menyatakan mimpimu. Cuci muka biar terlihat segar, merapihkan wajahmu. Masih ada cara menjadi besar. Memudakan tuamu, menjelma dan menjadi Indonesia” .  (Menjadi Indonesia – Efek Rumah Kaca)

Kalimat diatas adalah penggalan lirik dari salah satu lagu Band Indie Indonesia. Band tersebut ialah Efek Rumah Kaca. Band Indie asal Jakarta yang terdiri dari tiga pria muda. ERK (singkatan dari Efek Rumah Kaca) dalam berbagai majalah music sering dikatakan adalah band yang politis dan peduli akan lingkungan social, terlihat dari penggalan-penggalan lirik dari tiap lagunya yang sering kali menggangkat tema-tema social dan juga tak kadang mengkritik realita anak muda Indonesia juga dinamika permusikan di Indonesia. Kita ambil dua contoh lagu mereka, Cinta Melulu dan Kenakalan Remaja Di Era Informatika. Jika diperhatikan, kedua lagu tersebut kental sekali akan kritikan dan cibiran kepada anak muda Indonesia dan permusikan yang sedang marak di Indonesia. Tetapi tulisan ini bukan untuk membahas dan mencermati dua lagu tersebut, akan tetapi membahas lagu ERK yang berjudul Menjadi Indonesia yang penggalan liriknya terlampir di atas.

Dari penggalan lirik diatas, ERK menggunakan kalimat pengandaian yang seolah-seolah sedang berbicara kepada mahluk hidup. Padahal yang sedang mereka bicarakan adalah bukan kepada mahluk hidup tapi kepada lembaga yang sering disebut Negara yaitu Negara kita tercinta, Indonesia.  “…Lekas bangun dari tidur berkepanjangan…”  kalimat ini jelas sekali ditujukan kepada Indonesia yang telah lama tertidur dan pasif dalam berkarya dan sudah lama tidak menunjukan eksistensi Indonesia itu sendiri sebagai Negara yang katanya berdaulat. Dimana kita perhatikan kerja Indonesia hanya merusak, mengedahkan tangan kepada Negara lain, padahal kekayaan yang dimiliki Indonesia itu sendiri berlimpahnya bukan main. Dipertegas kembali dengan penggalan lirik selanjutnya “…Masih banyak cara menjadi besar…”  Terlihat Indonesia cenderung pendek pikiran, mungkin lirik tersebut ditujukan kepada Pemerintahan yang memang berpikiran pendek dan pesimis akan mencari jalan untuk bagaimana membuat Indonesia besar, padahal cara dan jalan untuk besar itu sendiri masih banyak. Sebagaimana ungkapan pribahasa klasik yang berbunyi “Masih banyak jalan menuju Roma”  seperti itu pulalah poin atau goal dari lirik Masih banyak cara menjadi besar…”  yang dimaksudkan ERK 

Dipertegas dengan kalimat akhir yang sangat menggetarkan “…Menjelma dan Menjadi INDONESIA.”. Menjelma, kata analogi yang berartikan kita dituntut menjadi diri sendiri, jangan meniru tingkah yang lain. Karna memang jelas terlihat, dalam pengambilan kebijakan atau apapun itu Indonesia cenderung berpatokan kepada Negara lain. Padahal, Negara yang menjadi contoh itu pun belum tentu baik walaupun memang secara keseluruhan mereka bisa dikatakan sukses. Tapi yang patut digarisbawahi adalah perbedaan budaya dan iklim social, ini yang seringkali tidak dipertimbangkan. Semisal kita ambil contoh, ketika di Jakarta misalnya, ketika akan mulai dilancarkan angkutan public Busway yang konsepnya kita contoh dari Negara Colombia di Amerika Latin sana. Mungkin dalam beberapa minggu atau beberapa hari dari awal kebijakan itu diluncurkan terlihat berhasil, tapi belakangan, amburadul, berantakan dan jauh dari targetan awal. Maksud dari ERK adalah ingin berbicara bahwa kita tidak perlu mencontoh atau meniru konsep-konsep kebijakan dari Negara lain, jika itu memang berhasil dilaksanakan oleh Negara itu, belum tentu akan serupa berhasil jika diterapkan di Negara kita. Kita mulai belajar membuat konsepan dan kebijakan sendiri. Jika kita lihat cacatan sejarah. Jalan Tol Jagorawi  Negara kita yang membentang dari Jakarta hingga Bandung adalah jalan TOL pertama yang dibuat di Asia Tenggara dan itu menjadi contoh bagi Negara-negara di Asia Tenggara lainnya, semisal Thailand, Filipina dan lainya. Jelas terbukti Indonesia bisa mandiri dan bisa berkreasi sendiri, tapi untuk dewasa ini, itu sudah tidak terlihat atau dalam bahasa ERK sedang tertidur yang berkepanjangan.

Kita lihat pula lirik pertama dari lagu Menjadi Indonesia, Ada yang memar, kagum banggaku, malu membelenggu…” kalimat tersebut bisa kita artikan bahwa ERK merasakan bahwa rakyat Indonesia malu dengan mengibaratkan memar sebagai kekecewaan dari tindakan pemerintah terhadap pembuatan kebijakan. Kalimat kagum banggaku semakin memperkuat apa yang menjadikan kagum, tapi kagum itu menjadi sebuah benalu yang membelenggu membuat malu. Mari kita simak kalimat setelahnya “…ada yang mekar, serupa benalu, tak mau temanimu”  benalu yang membelenggu tersebut menjadi mekar seolah dirawat dan tak mau menemani apa pun yang ingin memperbaiki keadaan.

Bukan hanya kinerja pemerintahan yang dikritik oleh ERK dalam lagunya, tapi etika moral rakyat Indonesia pun dicermati oleh mereka. Rakyat Indonesia yang terkenal akan budaya timur yang ramah tamah, memasuki masa globalisasi dengan membentuk budaya hedonis pada masyarakat yang bisa membuat etika timur menjadi luntur telah terjadi dan menjadi pemandangan sehari-hari di Negara kita. “…ada yang hilang, ramah tamahmu, beda teraniaya”. Menjadi beda karna tidak turut masuk dalam euphoria pasar global dengan mempertahankan ramah tamah akan dianiaya oleh lingkungan yang katanya modern itu. Seperti orang akan lebih memuja tingkat social seseorang yang berorientasi pada perkembangan teknologi dibanding seseorang yang mencintai budaya dan sastra. Tragis memang, pemandangan yang terjadi di Negara kita, mengingat Negara kita kaya akan budaya bukan teknologi. Tapi kepada orang yang melestarikan budaya itu sendiri  hanya mendapat cibiran dan menganiaya mereka yang melestarikan budaya. Tragis, sedih dan kesal campuraduk menjadi satu.

Dilanjutkan dengan lirik “…ada yang tumbuh, iri dengkimu, cinta pergi kemana?”  ERK ingin mempertanyakan sebuah kepergian rasa persatuan diantara rakyat Indonesia yang saling membunuh hanya untuk memperebutkan jabatan saja. Orientasi pragmatis telah beredar dan mengakar bukan hanya pada pemerintahan saja tapi sudah merambat ke kalangan para tenaga pendidik. Dimana guru atau tenaga pendidik hanya memikirkan sertifikasi dan tunjangan gaji dengan tidak memperdulikan anak didiknya. Jangan salahkan jika banyak dari rakyat Indonesia yang tidak bermoral dan kurang ajar. Tapi salahkan pola pendidikan yang sudah terjamah dan terseret arus pragmatisme.

Mungkin tulisan ini hanya sebagai kepanjangan-tangan dari apa yang ingin disampaikan teman-teman Efek Rumah Kaca dalam karya mereka yang berjudul Menjadi Indonesia. Bukan bermaksud mencaci atau menghakimi, hanya berpendapat sesuai realita yang sebelumnya telah direkam oleh teman-teman Efek Rumah Kaca dalam karya mereka. Semoga tetap bisa menjadi Indonesia dan menjelma menjadi Indonesia yang benar-benar hidup dengan hidup sehidup hidupnya. Semoga!!

Selesai.
09 Januari 2012


Efek Rumah Kaca – Menjadi Indonesia

Ada yang memar, kagum banggaku, malu membelenggu.
Ada yang mekar, serupa benalu, tak mau temanimu.

Lekas, bangun tidur berkepanjangan, menyatakan mimpimu,
cuci muka biar terlihat segar, merapikan wajahmu,
masih ada cara menjadi besar.

Ada yang runtuh, tamah ramahmu, beda teraniaya.
Ada yang tumbuh, iri dengkimu, cinta pergi kemana?

Memudakan tuamu, menjelma dan menjadi Indonesia.


 
oleh Azmil R. Noel Hakim pada 8 Januari 2012 pukul 22:42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;