Setiap pagi, hampir disetiap harinya. Saya tak pernah melewatakan cahaya matahari yang baru beberapa jam saja terbit. Ada semacam tuntutan yang mewajibkan saya untuk berangkat pagi yang berimbas saya dapat menikmati pagi yang indah yang sering diabadikan oleh banyak Penyair, Pujangga, Sastrawan dalam setiap karyanya. Itu membuktikan bahwa pagi memang sangat dahsyat nan luarbiasa. Entahlah, mungkin tulisan ini pun saya tulis sebagai sebuah pengejawantahan yang saya rasakan terhadap indahnya pagi. Tapi mungkin tidak sebagus yang diejawantahkan oleh para Penyair, Pujangga, Sastrawan dalam karya-karya mereka.
Banyak cara dari setiap orang untuk menikmati pagi, ada yang berjoging, ada minum kopi sambil membaca Koran, ada yang membersihkan halaman pelataran rumah mereka, bahkan ada yang tidur kembali hanya untuk sekedar menikmati pagi. Dari bermacam cara untuk menikmati pagi yang ada diatas, sebenarnya saya sangat cocok dengan yang kedua dan terakhir, yaitu menikmati pagi sambil meminum kopi dan membaca Koran dan kembali tidur. Karna dengan hangatnya kopi sejuknya pagi akan menjadi lebih sempurna ditambah dengan beberapa informasi terbaru dari Koran yang sejalan beriringan dengan setiap tegukan kopi. Dan yang terakhir, sejuknya pagi adalah ninabobo terbaik yang Tuhan ciptakan untuk membuat setiap insannya tidur kembali. Setidaknya kedua pendapat diatas menurut saya pribadi.
Disetiap paginya, ketika saya memasuki pelataran tempat saya menuntut ilmu. Banyak sekali fenomena pagi yang indah yang tertangkap mata. Jika saya mempunyai semacam alat yang bisa mengabadikan hal tersebut semisal kamera, mungkin telah ribuan atau bahkan jutaan foto yang ada berkat fenomena dipagi hari di pelataran tempat saya menuntut ilmu itu.
Fenomena atau pemandangan yang disuguhkan sangat beragam dan bermacam-macam. Semisal berjatuhannya daun-daun tua yang dihempas angin pagi, butiran-butiran embun yang terhisap masuk ke dalam paru-paru, dan yang paling mengharukan dan sekaligus membuat malu diri pribadi adalah para pembersih halaman atau pelataran kampus yang memang telah diperintahkan oleh pimpinan kampus untuk membersihkan halaman atau pelataran kampus.
Memang sebuah kebijkan yang cukup bagus dari pimpinan kampus untuk mempekerjakan mereka. Selain memberi lapangan pekerjaan kepada penduduk sekitar yang memang membutuhkan tambahan keuangan, juga mungkin bertujuan membuat mahasiswa malu melihat para orangtua yang membersihkan pelataran kampus mereka. Padahal yang berkuliah kita (mahasiswa) bukan mereka, tapi yang membersihkan mereka. Mereka disana bukan menuntut ilmu atau nongkrong, tapi lebih dari itu yaitu mengabdi kepada Alam untuk senantiasa merawatnya. Sangat luarbiasa.
Mungkin maksud para pimpinan kampus itu baik, yaitu tadi memberi lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar. Tapi menurut saya ada semacam kesalahan vital dari maksud baik yang dimaksudkan oleh para pimpinan kampus. Yaitu saya –sebagai mahasiswa disana dan mahasiswa lainnya– dibuat menjadi acuh dan tak peduli akan lingkungan sekitar, karna otak berasumsi “toh ada yang membersihkan ini”. Yang imbasnya, asumsi ini akan terus dibawa kemana-mana, dan di tempat lain (bukan hanya di pelataran kampus), perilaku yang ada diasumi tersebut akan dilakukan, yaitu acuh dan tak peduli akan lingkungan sekitar. Walau memang tidak semua mahasiswa berasumsi seperti itu. Tapi saya sangat yakin, sangat yakin sekali, seyakin saya terhadap hari kematian, bahwa banyak yang berasumsi demikian, Wallohualam.
Marilah kita cintai alam dan berkaca kepada mereka yang mengabdi kepada alam. Sayangi alam dan lingkungan kalian, seperti kalian menyayangi Blackberry atau Android kalian. Alam dan lingkungan akan lebih canggih dari pada Blackberry atau Android jika dipelihara dan dijaga.
oleh Azmil R. Noel Hakim pada 26 November 2011 pukul 8:40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar